Wednesday, November 16, 2011

Dilema seorang photographer.......

Seorang photographer sebenarnya dihadapkan pada pilihan-pilihan dalam “menangkap” obyek photo-nya. Ia dapat “menjangkau” obyek dari jarak yang cukup jauh, dengan menggunakan lensa tele atau zoom, sehingga kewajaran obyek dapat terekam baik. Namun ada pula photographer yang justru melakukan sebaliknya. Ia mendekat pada obyek, melakukan komunikasi, melakukan pengamatan detail bahkan tak jarang berdialog langsung dengan object untuk dapat “menangkap” apa yang menjadi permasalahan sebenarnya. Untuk cara terakhir ini yang paling tepat digunakan adalah lensa pendek atau kadang lensa lebar (wide), sebab dengan kedua pilihan lensa tersebut akan memberi keluasan dan kelincahan gerak photographer. Selain itu, tentu juga memudahkan mengatur arah penyinaran, sudut pengambilan dan lain sebagainya.


James2 (real size)
James Nachtwey, seorang photo jurnalis perang. Ia melaksanakan tugasnya di medan-medan “perang” dengan metode pendekatan obyek, dengan menggunakan kamera berlensa pendek saja. Artinya ia datangi obyect photo sedekat mungkin, mencoba menyapa dan berinteraksi langsung, berdialog, berdiskusi dengan topik sederhana maupun berat, dengan bahasa lisan maupun bahasa tanda. Ia selalu mencoba dan tidak terburu-buru untuk membuat photo. James akan sabar dan terus “mendekat” hingga secara intuisi ia bisa “diterima” obyeknya. Namun sebelum hal tersebut bisa ia lakukan tentu ia sudah mempelajari dan mengerti seluk beluk obyek berdasar pada pembacaan “peta” yang entah bagaimana dan darimana ia dapat. Hal ini sangat penting dan menjadi pokok untuk seorang professional. Sebuah “peta” akan menuntun banyak hal. Sebuah “peta” akan membawa kita pada tujuan dengan tepat, effektif dan effisien. Karenanya, modal awal seorang professional adalah knowledge (pengetahuan) perihal konsep yang digagas dan penunjangnya.

Coba kita lihat bagaimana James Nachtwey kerja di medan “tempur”-nya di pinggiran rel-rel ibukota, Jakarta. (lihat foto). James menyiapkan “alat tempurnya” begitu effektif. Berpakaian sopan, dengan sebuah tas punggung yang tidak berat, sebab tidak banyak peralatan foto yang ia bawa. Berpenampilan rapi, menarik, bersikap gesit dan tegas. Hal ini tampak ketika James ketika  bermaksud mengambil gambar dengan konsep “ketimpangan dan ketidak adilan” dalam masyarakat kapitalis. Sebagai seorang professional James tentu sudah mempelajari permasalahan konsepnya, bahkan akhirnya ia dapat menetukan waktu dan tempat yang tepat untuk menjabarkan konsepnya.  Membaca perkembangan politik, ekonomi dan budaya di Indonesia, membuat James mengerti di sinilah (Indonesia, tepatnya Jakarta), konsep pemikirannya kemungkinan dapat divisualisasikan. Lalu James ke Jakarta dan studi lapangan. Ia melihat dan “menyentuh” obyeknya langsung dan mendapat gambarnya.

James3
Amati, James “membuntuti” obyek fotonya (seorang pengemis cacat fisik) yang tengah melaksanakan kerjanya di perempatan jalan ramai, di sebelah lampu merah. Ia sengaja memilih lensa pendek untuk menangkap ketajaman obyek dan lingkungannya, ia pertimbangkan cermat. Dengan lensa pendek memungkinkan James merekam detail secara tajam untuk menunjang konsep. Pada photo pengemis di perempatan lampu merah, (lihat photo), James mengambilnya dari belakang mobil, sehingga wajah sang pengemis terlihat jelas. Sebab pada wajah semua perjalanan kehidupan manusia dicatatkan. Lalu posisi obyek (sedikit miring) seolah ingin menunjukkan keterbatasan fisiknya, dan menaruh sebuah mobil mewah di depan obyeknya jelas ingin menunjukkan perbedaan kelas kesejahteraan antar manusia. Dan yang paling menarik, James keputusan “menjinak”-kan semua keruwetan warna di jalanan dengan men-setting kameranya pakai film hitam-putih (BW).

Pada photo yang lain, photo keluarga pra sejahtera yang hidup di pinggiran rel-rel kereta sepanjang ibukota, James pasti telah melakukan pembacaan atas obyek-nya dengan sejumlah “informasi” yang entah darimana ia dapatkan. Selanjutnya permasalahan akan lebih mudah dideteksi dan dipelajari. Setelah itu ia tinggal melakukan setting atas konsep-nya. Dari sinilah “kerja” lapangan dimulai. Ia datangi lokasi obyek pada jam dan sudut yang “diperkirakan” cocok  dan mendukung visualisasinya. (lihat foto keluarga miskin hidup di pinggiran rel kereta api). James segera menyapa mereka, mengajaknya berdialog sekalipun awalnya kedua pihak sangat kaku, mungkin akibat penggunaan bahasa yang saling tidak atau kurang dimengerti. Tapi sebenarnya, disinilah “keindahan” itu mulai “dirajut”. Filsafat mencatat, pada proses kerjalah keindahan yang sebenarnya hadir dan dirasakan, dan pada hasil kerja yang tinggal adalah bayang-bayangnya saja.

James Nachtwey persis mengerti hal tersebut. Dengan nyaman didekatinya obyek fotonya, dinikmati prosesnya. Mereka berdialog sekalipun lebih banyak menggunakan bahasa tanda, bahasa universal! (?) Dengan bahasa tubuh James yang baik, maka obyek merasa tak curiga dan akhirnya bisa “menerima”. Memang proses ini pada James biasanya begitu cepat, tentu semua karena pengalaman dan jam terbangnya yang sangat tinggi. Kondisi demikian  begitu nyata hasilnya tatkala dengan mudahnya James mengikuti sang obyek (seorang pengemis) cacat fisik bersama anaknya yang hendak mandi di pinggiran sungai yang keruh airnya. Dan si pengemis tidak keberatan!

Ia merasa James “bukan” orang asing lagi, mungkin sudah dianggap sahabat (?) atau apalah, yang jelas sudah tidak perlu dimasalahkan, alhasil “aksi” sang obyek tampil wajar-wajar di depan lensa James, tidak kaku dan berhasil.

Mengamati “aksi”-nya di medan perang di Palestina, pada pejuang intifadah, James berhasil menyelinap diantara para pejuang Afganistan yang “main” bersenjatakan batu, ketapel dan molotof. Sedangkan di sisi jauh, tentara Yahudi dengan senjata mutakhir berpeluru tajam, tank-tank dan gas air mata terus membombardir lawannya tanpa ampun.

James4 (real size)
Pada sudut yang telah dipelajari, dengan keberanian luar biasa dan naluri kegesitan seorang photo jurnalis, James mengabadikan “perang” yang tak berimbang dan  telah menjadi saksi atas ke-biadab-an tersebut. Frame demi frame mencatat setiap peristiwa tanpa ada rekayasa lagi. Kepulan asap mesiu, gas air mata menjadi ancaman yang tidak main-main. James menyadari hal itu, dengan tenang dan terus mengikutinya hingga usai. (lihat photo di Afganistan). James Nachtwey seolah ingin menyampaikan pikirannya kepada dunia perihal “dihancurkannya” perikemanusiaan sebuah bangsa (palestina) oleh Israel. Memang hal yang tak mudah, tak sederhana, namun sudah menjadi pilihannya dan tepat.

Begitulah kehebatan seorang James Nachtwey dalam berinteraksi dengan obyeknya, selain tentu kehebatannya menggunakan segala peralatan dan pengetahuan photografi-nya.

Photo-photo jurnalis yang bersifat human interest karya James Nachtwey, memang tidak banyak kita temui di ruang public, karena itu penulis ingin menyampaikannya barang secuil untuk memulai. Sebab pada James Nachtwey kejelian membaca permasalahan kontemporer dan kejeniusan “menyelesaikan-nya” perlu kita tauladani dan James telah membuktikan bahwa ia adalah salah satu photographer terbaik di dunia saat ini.

Sumber : Discovery Indonesia

Wednesday, September 28, 2011

Paguyuban Pekerja UI berdemo di Kemendiknas




Jakarta - Rektor UI Gumilar Rusliwa Somantri sungguh dikepung unjuk rasa hari ini. Para mahasiswanya berdemo di Rektorat Kampus UI Depok. Sementara, sekitar 200 pegawai UI berunjuk rasa ke kantor Kemendiknas.

Sekitar 200 pegawai UI dari Paguyuban Pekerja UI datang dengan 3 bus besar ke kantor Kemendiknas, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (28/9/2011), pukul 10.30 WIB. Mereka memakai baju batik dan pin bertuliskan 'Pekerja UI Menggugat'.

Begitu massa yang terdiri dari para dosen dan karyawan UI ini datang, satpam langsung menutup gerbang Kemendiknas. Massa lantas berorasi di trotoar dan dipimpin orator dari mobil sound system.

"Alihkan status menjadi PNS seluruhnya. Jadikan UI kampus yang mendidik anak-anaknya menjadi penerus bangsa," pekik orator.

Para pekerja UI menuntut kejelasan status kepegawaian mereka yang digantung bertahun-tahun oleh Rektorat. Mereka bukan PNS, tapi juga bukan pegawai BHMN. Akibatnya, standar kesejahteraan pun terabaikan.

"Pekerja UI menggugat!" demikian massa meneriakkan yel-yel.

Seorang dosen muda yang enggan disebutkan namanya menceritakan nasib para koleganya. Status kepegawaian yang tidak menjelas membuat para dosen tak ubahnya guru bimbel belaka.

"Dosen yang nggak jelas statusnya ini jadi kayak guru bimbel. Dibayar sesuai SKS, padahal nggak semua dosen bisa dapat SKS banyak," ujarnya.

Pukul 11.15 WIB, 10 perwakilan pekerja UI dari berbagai fakultas, masuk untuk menemui Dirjen Dikti Djoko Santoso. Pekerja UI ini dipimpin Ketua Presidium Paguyuban Pekerja UI Andri Wibisana. Sementara massa yang lain melanjutkan aksi di depan Kemendiknas.

Aksi para pekerja UI ini membuat lalu lintas di Jl Jenderal Sudirman dari Bundaran Senayan arah ke Semanggi tersendat. Bus yang membawa massa diparkir di jalur lambat, dan para pengguna jalan pun banyak yang melambatkan kendaraan untuk melihat aksi.

Hingga pukul 11.30 WIB, aksi masih terus berlangsung. Sebelumnya, sekitar 500 mahasiswa UI juga menggelar demo pararel di depan Rektorat Kampus UI Depok.

Tuntutan para mahasiswa ini berbeda, yaitu meminta transparansi uang kuliah dan proses masuk UI yang adil. Namun, mahasiswa dan para pekerja UI sama-sama menuntut pertanggungjawaban Rektor Gumilar.

(fay/vit) 
Sumber : detik.com

Destination for TRIP : VIETNAM


It's easy to see why Vietnam is a country on the rise - there's no time for rest ... the world is there and the local residents are trying to scratch a dollar off it. After hundreds of years of war, reinvention and persistence are prevailing and the Vietnamese are thriving. What a fascinating country to visit in these times! Vietnam has a bit of everything - fresh and fragrant food, bustling and rambunctious marketplaces, beautiful mountains and beaches and stunning French-Colonial architecture. Such is the natural diversity along it's 2000km coastline, there's never a bad time to go.

Bisnis di Rumah

Ingin punya bisnis sendiri? Ingin punya penghasilan tambahan? Yang satu ini bisa dikerjakan online, dari rumah atau dari mana pun saja, hanya 2 jam per minggu dari depan komputer anda. Klik d’BC Network! Bekerja dari rumah bukan lagi mitos! Buktikan bersama jaringan full fasilitas d’BC Network! Belajar berbisnis bersama d’BC Network! Jaringan online yang sudah terbukti menghasilkan puluhan jutawan dari bisnis online! http://www.dBCN-KerjadiRumah.com/?id=sidejob23

Free Website.......

Triple Clicks.................

Web Count

dbcn